20 Pantun Jenaka Seputar Lomba 17 Agustus
Siap-siap sakit perut! Inilah 20 pantun jenaka seputar lomba 17 Agustus yang mengocok perut. Dari balap karung sampai panjat pinang, semua ada!

Coba putar kembali memori Anda ke perayaan tujuh belasan di gang rumah. Lupakan sejenak bagian upacara yang khidmat. Fokuskan pendengaran Anda. Apa yang terdengar?
Terdengar suara MC yang lebih semangat dari komentator bola, "Ayo, Pak RT, bisa, Pak RT! Sedikiiit lagi!". Terdengar gelak tawa ibu-ibu saat tim bapak-bapak jatuh gedebuk di lomba bakiak. Terdengar tangisan anak kecil yang kerupuknya patah sebelum sampai ke mulut. Dan tentu saja, terdengar lagu dangdut koplo yang diputar tanpa henti dari toa masjid.
Inilah wajah asli perayaan kemerdekaan kita. Sebuah karnaval rakyat yang penuh kekacauan, keringat, dan yang terpenting: tawa. Karena kita semua tahu, semangat kemerdekaan yang sesungguhnya seringkali tidak ditemukan di mimbar pidato, melainkan di atas batang pinang yang licin dan di dalam karung goni yang sempit.
Lomba 17 Agustus adalah sebuah terapi sosial. Di sinilah semua jabatan dan status sosial luluh lantak. Seorang manajer perusahaan bisa jadi orang paling kikuk saat lomba kelereng, dan seorang satpam komplek bisa menjadi pahlawan saat lomba tarik tambang. Inilah momen di mana kita semua setara: sama-sama konyol, sama-sama bersemangat, dan sama-sama siap ditertawakan.
Dan untuk merayakan kekonyolan yang indah ini, adakah senjata yang lebih tajam dan lebih berbudaya daripada Pantun? Pantun adalah seni nyindir halus warisan leluhur. Dengan pantun, kita bisa meledek teman yang jatuh saat balap karung tanpa membuatnya marah. Dengan pantun, kita bisa mengabadikan momen-momen absurd ini menjadi sesuatu yang jenaka dan puitis.
Jadi, siapkan kopi Anda, regangkan otot perut, dan nikmati 20 pantun jenaka yang kami rangkum khusus dari berbagai medan perang 17 Agustus!
Kelompok 1: Balada di Atas Batang Pinang yang Kejam
Panjat pinang adalah puncak dari segala drama. Ini adalah perpaduan antara ambisi (lihat sepeda di atas!), kerja sama (injak pundakku, kawan!), dan keputusasaan (kenapa licin banget?!). Berikut adalah elegi untuk para pejuang oli.
-
Jalan-jalan ke Kota Kendari,
Jangan lupa membeli oleh-oleh.
Badan sudah dilumuri oli,
Sampai atas, eh sandalnya copot. -
Makan siang pakai acar,
Acarnya dibuat dari timun.
Katanya strategi sudah lancar,
Baru naik dua senti sudah melorot turun. -
Buah mangga buah kedondong,
Lebih enak buah sirsak.
Yang di bawah teriak "Ayo, dong!",
Yang di atas cuma bisa teriak "Pegal, pak!". -
Ikan hiu makannya pelet,
Beli pelet di toko seberang.
Pundak teman sudah sampai lecet,
Yang didapat cuma kaus oblong. -
Langit biru warnanya cerah,
Banyak burung terbang melayang.
Demi merebut dispenser dan kipas angin,
Harga diri pun melayang.
Kelompok 2: Tragedi di Dalam Karung Goni
Lomba balap karung adalah bukti bahwa gravitasi itu nyata dan seringkali tidak berpihak pada kita. Ini adalah lomba di mana martabat kita diuji dalam setiap lompatan.
-
Sungguh gagah burung pelikan,
Paruhnya panjang untuk cari makan.
Niat hati menyalip di tikungan,
Apa daya malah nyungsep di selokan. -
Dua tiga kura-kura ninja,
Semuanya jago makan piza.
Sudah unggul di depan mata,
Eh, karungnya sobek tak bersisa. -
Pergi ke Bali lihat penari,
Menari indah lemah gemulai.
Sudah lompat sekuat tenaga,
Ternyata garis finis belum dimulai. -
Ada cicak di atas paku,
Cicak lari ketakutan.
Ini lomba balap karung atau akrobat,
Jatuh bangun sampai tak karuan. -
Beli baju di Tanah Abang,
Pulangnya mampir ke Kota Tua.
Yang lain sudah sampai ujung,
Aku masih di garis start, pemirsa!
Kelompok 3: Pergulatan Sengit dengan Kerupuk Terkutuk
Lomba makan kerupuk adalah pertarungan antara manusia melawan fisika. Bagaimana cara memakan benda pipih yang digantung dengan seutas tali dan terus bergerak seolah punya pikiran sendiri? Inilah perjuangan mereka.
-
Angin sepoi di waktu senja,
Menerbangkan semua debu.
Kerupuk di depan mata,
Tapi mulut tak pernah ketemu. -
Bikin kopi jangan kebanyakan gula,
Nanti rasanya jadi terlalu manis.
Sudah mangap selebar-lebarnya,
Yang kegigit cuma angin tipis-tipis. -
Ke Cikini membeli roti,
Rotinya diolesi selai nanas.
Panitia, tolong ikat yang kencang,
Ini kerupuk atau penari balet? -
Naik motor ke Ciamis,
Bensin habis di tengah jalan.
Muka sudah penuh remah manis,
Tapi kerupuk masih utuh, kawan. -
Di dahan ada bunglon,
Warnanya hijau seperti daun.
Akhirnya kerupuk berhasil ditaklukkan,
Eh, ternyata punya tetangga sebelah.
Kelompok 4: Pesta Pora Lomba Lainnya
Tentu saja, arena kekonyolan tidak berhenti di situ. Masih ada medan perang lain yang tak kalah seru dan mengundang tawa, dari tarik tambang hingga bakiak.
-
Beli sekoteng di alun-alun,
Dimakan hangat bersama teman.
Lomba bakiak haruslah rukun,
Kalau tidak, ya jalan di tempat, Tuan! (Lomba Tarik Tambang) -
Dari mana datangnya lintah,
Dari sawah turun ke kali.
Tim lawan badannya sudah gagah,
Tim kita isinya bapak-bapak kurang gizi. -
Pohon kelapa di tepi pantai,
Buahnya jatuh menimpa tanah.
Lomba kelereng kelihatannya santai,
Tapi jongkoknya bikin encok kambuh. -
Ada kepiting di dalam sumur,
Mau diambil talinya kurang.
Lomba gigit koin di semangka lumur,
Pulang-pulang muka sudah kayak arang. -
Menjahit baju dengan benang,
Benangnya putus di tengah jalan.
Apapun lombanya, yang penting senang,
Karena tawa adalah bentuk persatuan.
Benar sekali, tawa dan kerja sama dalam lomba-lomba ini adalah bukti nyata bahwa persatuan itu bisa dirayakan dengan cara yang paling seru. Semangat kebersamaan dalam perbedaan inilah yang juga menjadi jiwa dari 12 Pantun Kebhinekaan yang Menggambarkan Keberagaman, yang sangat patut kita renungkan bersama.
Lebih dari Sekadar Tawa dan Hadiah Hiburan
Di balik semua kelucuan ini, sadarkah kita bahwa ada pelajaran berharga yang bisa dipetik? Lomba-lomba ini mengajarkan kita tentang:
-
Sportivitas: Belajar menerima kekalahan dengan lapang dada (dan sedikit cengengesan).
-
Kerja Sama: Mustahil menang lomba bakiak atau tarik tambang tanpa kekompakan.
-
Kerendahan Hati: Kemampuan untuk menertawakan diri sendiri adalah tanda jiwa yang sehat.
-
Kebersamaan: Momen-momen inilah yang akan kita kenang dan ceritakan kembali di tahun-tahun mendatang, mempererat ikatan antarwarga.
Jadi, saat Anda melihat tetangga Anda terjatuh dari balap karung, tertawalah. Saat tim Anda kalah telak dalam tarik tambang, tertawalah. Karena hadiah utama dari perayaan 17 Agustus bukanlah sepeda atau dispenser. Hadiah utamanya adalah memori akan tawa yang kita bagi bersama. Itulah kemewahan sejati dari kemerdekaan.
Selamat berlomba, selamat tertawa, dan selamat merayakan Indonesia! Merdeka!
What's Your Reaction?






